Pengalaman Hidup
Mengapa Saya menjelaskan tentang GBS (Guillain Bare Syndrome)? Karena saya ingin menceritakan segala hal tentang yang telah saya alami tentang penyakit ini dan merasakan mukjizat dari Tuhan.
Tepatnya pada tanggal 10 Januari 2013 setelah acara natal bersama di sekolah telah selesai, saya merasakan kaki saya tidak kuat seperti sehabis sekot jam. Mungkin ini efek dari acara kemarin, ternyata setelah keesokan harinya yaitu tanggal 11 Januari 2013 saya tidak dapat berdiri dan terpaksa harus ngesot. Disitu saya mulai putus asa, hari menjelang malam saya pun mulai sesak nafas dan dibawa ke rumah sakit Antonius, Pontianak.
Sesampai di UGD RS. Antonius, saya sendiri sudah mengeluh karena seluruh tubuh sudah tidak bisa bergerak dan pernapasan mulai tidak terkontrol. Ibu saya khawatir dan panik karena pada saat itu RS. Antonius tidak memiliki ruang ICU dan alat ventilator. Terpaksa ibu saya hari pergi ke salah satu rumah sakit dan rumah sakit tersebut menolak saya mentah-mentah karena pada saat itu, tidak ada uang kas ditangan. Lalu ibu saya berusaha meyakinkan petugas bahwa ibu saya akan membayar uang tersebut besok pagi akan mendeposit senilai 7 juta, namun mereka tidak menanggapinya sebelum uang tersebut ditangan mereka. Berselang beberapa menit, mama di telepon pihak RS. Antonius, dan saya sudah mendapatkan rungan namun saya digabungkan ke pasien jantung atau di ICCU RS. Antonius.
Saya tidak sadarkan diri (koma), harus menggunakan ventilator dan selang makan. Saya biung mengapa saya tidak bisa bergerak, dan kesulitan bernafas? Kata ibuku, saya meronta dan menangis dalam alam bawah sadar saya. penyakit apa yang menggerogoti tubuh saya? Ternyata dari keterangan dokter Titik Nurwahyuni, bahwa saya terkena penyakit GBS (Guillain-Barre Syndrome). Dokter Titik memberi tahukan hal tersebut kepada ibu saya, Ada dua cara penanganan dari penyakit tersebut, yang pertama yaitu plasma paresis atau yang kedua suntik imunoglobin. Setelah di jelaskan oleh dokter Titik bahwa plasma paresis saya harus dievakusi ke jakarta dengan biaya sekian-sekian dan belum tentu di jakarta ada tempat untukku (dalam keadaan koma). Tentu saja ibu saya tidak ingin mengambil risiko yang besar mengingat kondisi saya yang tidak sadarkan diri. Jadi, ibu saya memilih suntikan imunoglobin sebanyak 40 botol dengan harga kira-kira 2,7 juta/botol sampai 3,6 juta/botol.
Setelah disuntikan imunoglobin beberapa botol, keesokan harinya ada seorang perawat yang bertanya kepada saya "Apakah kamu mau dibaptis?", kebetulan pada saat itu saya belum dibaptis menjadi katolik. Tanpa disadari jiwa saya mengatakan "IYA" dengan kode mengangguk-angguk. Perawat itu berkata kepada ibu saya, ibu saya tidak percaya dan ibu saya bertanya langsung kepada saya, jawaban saya tetap sama yaitu "IYA". Kemudian kesokan harinya saya dibaptis oleh Pastor Anton namun saya tidak melihat muka dari Pastor Anton. Pastor Anton bertanya kepada ibu saya "mau diberi nama baptis apa?" dan ibu saya spontan mengatakan "Nama baptisnya Antonius". Setelah selesai proses dibaptis, ibu saya menanyakan arti dari nama Antonius, artinya "Yang hilang ditemukan kembali".
Setelah sekolah saya tahu dengan kondisi saya, guru-guru dan teman saya datang untuk memberikan semangat agar saya dapat segera sembuh. Pada saat itu juga salah satu guru saya mengatakan kepada ibu saya untuk mencari suster yang bernama suster Katrine. Kata guru saya suster Katrine adalah seorang suprana. Keesokan harinya, Ibu saya membawa suster Katrine melihat kondisi saya, suster Katrine berkata "Kamu harus banyak berdoa dan mendengarkan apa kata dokter.". Karena dalam beberapa hari kondisi sya belum membaik, ibu saya berencana untuk membawa saya dalam keadaan tidak sadarkan diri (koma) untuk dibawa ke singapura. Namun malam sebelum ke singapura yaitu tanggal 15 Januari 2013, Saya makin gelisa tetapi saya melihat cahaya yang sangat Terang lebih terang dari pada cahaya lampu maupun cahaya Matahari tidak bisa digambarkan karena cahayanya sangat menyilaukan mata dan saya mendengar suara yang mengatakan agar saya untuk tetap hidup dan saya mendengar suara ibu saya yang terus memanggil saya untuk pulang bersama ibu saya.
Tanggal 16 Januari 2013, Dokter dari perwakilan Singapore General Hospital datang untuk menjemput saya berserta orang tua saya dan Kakak saya yang kebetulan pulang ke Pontianak. Setelah selesai dengan alat-alat yang harus dipasang ditubuh saya maka Dokter membawa saya ke ambulance. Ketika di ambulance, saya melihat seseorang seperti guru saya yang berkata " Ricky, kamu pasti bisa sembuh". Lalu saya tersenyum dan menutup mata saya dan sampai saat itu saya tidak tahu apa yang terjadi.
Sesampai di UGD RS. Antonius, saya sendiri sudah mengeluh karena seluruh tubuh sudah tidak bisa bergerak dan pernapasan mulai tidak terkontrol. Ibu saya khawatir dan panik karena pada saat itu RS. Antonius tidak memiliki ruang ICU dan alat ventilator. Terpaksa ibu saya hari pergi ke salah satu rumah sakit dan rumah sakit tersebut menolak saya mentah-mentah karena pada saat itu, tidak ada uang kas ditangan. Lalu ibu saya berusaha meyakinkan petugas bahwa ibu saya akan membayar uang tersebut besok pagi akan mendeposit senilai 7 juta, namun mereka tidak menanggapinya sebelum uang tersebut ditangan mereka. Berselang beberapa menit, mama di telepon pihak RS. Antonius, dan saya sudah mendapatkan rungan namun saya digabungkan ke pasien jantung atau di ICCU RS. Antonius.
Saya tidak sadarkan diri (koma), harus menggunakan ventilator dan selang makan. Saya biung mengapa saya tidak bisa bergerak, dan kesulitan bernafas? Kata ibuku, saya meronta dan menangis dalam alam bawah sadar saya. penyakit apa yang menggerogoti tubuh saya? Ternyata dari keterangan dokter Titik Nurwahyuni, bahwa saya terkena penyakit GBS (Guillain-Barre Syndrome). Dokter Titik memberi tahukan hal tersebut kepada ibu saya, Ada dua cara penanganan dari penyakit tersebut, yang pertama yaitu plasma paresis atau yang kedua suntik imunoglobin. Setelah di jelaskan oleh dokter Titik bahwa plasma paresis saya harus dievakusi ke jakarta dengan biaya sekian-sekian dan belum tentu di jakarta ada tempat untukku (dalam keadaan koma). Tentu saja ibu saya tidak ingin mengambil risiko yang besar mengingat kondisi saya yang tidak sadarkan diri. Jadi, ibu saya memilih suntikan imunoglobin sebanyak 40 botol dengan harga kira-kira 2,7 juta/botol sampai 3,6 juta/botol.
Setelah disuntikan imunoglobin beberapa botol, keesokan harinya ada seorang perawat yang bertanya kepada saya "Apakah kamu mau dibaptis?", kebetulan pada saat itu saya belum dibaptis menjadi katolik. Tanpa disadari jiwa saya mengatakan "IYA" dengan kode mengangguk-angguk. Perawat itu berkata kepada ibu saya, ibu saya tidak percaya dan ibu saya bertanya langsung kepada saya, jawaban saya tetap sama yaitu "IYA". Kemudian kesokan harinya saya dibaptis oleh Pastor Anton namun saya tidak melihat muka dari Pastor Anton. Pastor Anton bertanya kepada ibu saya "mau diberi nama baptis apa?" dan ibu saya spontan mengatakan "Nama baptisnya Antonius". Setelah selesai proses dibaptis, ibu saya menanyakan arti dari nama Antonius, artinya "Yang hilang ditemukan kembali".
Setelah sekolah saya tahu dengan kondisi saya, guru-guru dan teman saya datang untuk memberikan semangat agar saya dapat segera sembuh. Pada saat itu juga salah satu guru saya mengatakan kepada ibu saya untuk mencari suster yang bernama suster Katrine. Kata guru saya suster Katrine adalah seorang suprana. Keesokan harinya, Ibu saya membawa suster Katrine melihat kondisi saya, suster Katrine berkata "Kamu harus banyak berdoa dan mendengarkan apa kata dokter.". Karena dalam beberapa hari kondisi sya belum membaik, ibu saya berencana untuk membawa saya dalam keadaan tidak sadarkan diri (koma) untuk dibawa ke singapura. Namun malam sebelum ke singapura yaitu tanggal 15 Januari 2013, Saya makin gelisa tetapi saya melihat cahaya yang sangat Terang lebih terang dari pada cahaya lampu maupun cahaya Matahari tidak bisa digambarkan karena cahayanya sangat menyilaukan mata dan saya mendengar suara yang mengatakan agar saya untuk tetap hidup dan saya mendengar suara ibu saya yang terus memanggil saya untuk pulang bersama ibu saya.
Tanggal 16 Januari 2013, Dokter dari perwakilan Singapore General Hospital datang untuk menjemput saya berserta orang tua saya dan Kakak saya yang kebetulan pulang ke Pontianak. Setelah selesai dengan alat-alat yang harus dipasang ditubuh saya maka Dokter membawa saya ke ambulance. Ketika di ambulance, saya melihat seseorang seperti guru saya yang berkata " Ricky, kamu pasti bisa sembuh". Lalu saya tersenyum dan menutup mata saya dan sampai saat itu saya tidak tahu apa yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar